EVENT TICKET

Saturday, February 4, 2012

Migrasi Minda dan Tasawwur

Migrasi Minda dan Tasawwur
Oleh: Hasnan bin KasanPanel Penulis JAKIM
Hijrah berasal dari kata bahasa Arab yang berarti meninggalkan satu tempat untuk menuju ke tempat lain. Ada di kalangan ahli bahasa yang memberi arti hijrah adalah mencakup hijrah jasmani dan hijrah rohani.
Maksud hijrah jasmani adalah meninggalkan satu-satu tempat.Sedangkan hijrah rohani pula adalah meninggalkan satu-satu sikap, kepercayaan, akidah, emosi dan tasawur dan menggantikannya dengan yang lain.
Hijrah amat terkenal di kalangan umat Islam karena ia berkaitan dengan peristiwa perpindahan Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah dan juga merupakan tanggal awal perhitungan tahun Islam.

 
Hijrah lahiriah atau perpindahan tubuh dari satu tempat ke satu tempat atau dari satu negeri ke negeri yang lain merupakan sesuatu yang mudah dilakukan oleh manusia. Memang manusia sering pindah dari satu tempat ke satu tempat yang lain dengan tujuan yang tertentu.
Sayyidina Ja'far bin Abi Thalib dengan rombongannya telah berhijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dari tekanan pihak musyrikin Quraisy yang begitu dahsyat. Banyak para sahabat ra setelah itu pergi ke Medina untuk menyelamatkan akidah mereka dari diancam oleh musyrikin Mekah.
Di negara kita, banyak penduduk desa pergi ke kota. Tidak kurang juga yang berhijrah dari kota ke kota dengan tujuan untuk menambah pendapatan atau mencari kenyamanan melalui berbagai cara dan bidang sesuai kemampuan dan kualifikasi masing-masing.

 
Di tingkat yang lebih rendah lagi, hewan dan binatang juga melakukan hijrah dari satu tempat ke satu tempat terutama di daerah gurun atau tanah lapang yang luas semata-mata untuk mendapatkan makanan dan perlindungan akibat dari perubahan musim dan cuaca.

Jika diteliti maka sudah pasti ada perbedaan yang amat jelas antara hijrah yang dilakukan Rasulullah saw dan para sahabat beliau dengan hijrah yang dilakukan oleh manusia zaman sekarang yaitu yang tinggal di kampung menuju ke kota.
Hijrah Rasulullah dan para sahabat ra adalah bertujuan menyelamatkan agama dan akidah, mencari jalan untuk melicinkan upaya memantapkan penghayatan agama dan merupakan usaha mengembangkan risalah Islam ke seluruh manusia sekalipun mereka harus menanggung kerugian duniawi.
Abu Bakar dan Abdurrahman bin Auf ra telah meninggalkan semua harta mereka di Mekkah untuk berhijrah ke Madinah setelah kaum muysrikin Mekah mencegah mereka membawa bersama-sama harta mereka. Sedangkan hijrah atau perpindahan manusia zaman kini dari kampung ke kota adalah bertujuan mencari rezeki dan kenyamanan hidup.

 
Namun, kedua-dua bentuk hijrah dan perpindahan tersebut tetap mendapat ganjaran dari Allah selagimana ia dilakukan karena-Nya.

Inti peristiwa hijrah beliau Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah bukan hanya berfokus pada perpindahan jasadiah yang dapat disaksikan oleh mata, akan tetapi tujuannya yang lebih penting adalah untuk membimbing dan mendidik para sahabat ra yang baru saja memeluk agama Islam ke arah kesempurnaan penghayatan Islam sedikit demi sedikit .
Pendek kata, filsafat migrasi Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah adalah untuk memastikan perpindahan keyakinan, tasawur, akhlak dan sikap para sahabat ra dari pengaruh jahiliyah kepada pengaruh wahyu dan fitrah, dapat berjalan dengan lancar tanpa gangguan.

 
Filsafat hijrah ini dijelaskan oleh Rasulullah saw ketika beliau menegur kata-kata Umar kepada Bilal 'Wahai anak hitam'.Beliau berkata kepada Umar 'Sesungguhnya pada diri engkau ada fitur jahiliyah'.

Filsafat hijrah yang telah disemai dan dididik oleh Rasulullah saw ke dalam diri para sahabat ra ini harus dihayati oleh generasi Islam masa kini. Jika dengan berbekalkan filsafat hijrah, Rasulullah berhasil membentuk sebuah masyarakat Islam yang unggul dan menjadi tuan kepada masyarakat-masyarakat yang bukan Islam di sekitar Madinah, maka mengapa tidak generasi Islam masa kini menjadikannya sebagai neraca untuk membentuk masyarakat yang unggul dan disegani dalam seluruh bidang.

 
Jika masyarakat Islam yang awal amat disegani dan dihormati oleh masyarakat yang bukan Islam, mengapa pula umat Islam hari ini dengan jumlahnya yang banyak, muka buminya yang luas, kekayaan bahan mentahnya yang melimpah ruah dan cerdik pandainya yang tidak kurang hebatnya, masih menjadi masyarakat yang dipandang rendah dan diperlekehkan oleh masyarakat bukan Islam.
Masyarakat Islam masa kini juga telah dijadikan oleh masyarakat bukan Islam terutama masyarakat Barat sebagai tempat memasarkan barang keluaran mereka.

 
Al Syahid Sayid Qutub ada menyatakan, 'sehingga untuk mendapatkan sebatang jarum pun orang Islam terpaksa mengimpornya dari Barat'. Di samping membawa para sahabat ra berhijrah ke Madinah, Rasulullah saw telah turut membawa bersama-sama pikiran mereka untuk berhijrah dari kepercayaan, tasawur, sikap dan akhlak jahiliyah kepada kepercayaan, tasawur, akhlak dan sikap yang sesuai dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt Misalnya, peristiwa ketika berada di dalam gua Tsur, beliau telah memperbaiki kepercayaan dan tasawur yang ada di dalam pikiran Abu Bakar ra
Tatkala melihat Abu Bakar ra berada di dalam kondisi ketakutan dan kecemasan yaitu khawatir beliau berhasil terdeteksi atau diapa-apakan oleh kaum musyrikin Mekah, beliau pun berkata 'Janganlah engkau merasa risau dan sedih, sesungguhnya Allah beserta kita'.

Dalam merobohkan tasawur jahiliyah dari masyarakat Islam yang baru mengenal agama Islam tentang konsep persaudaraan sesama manusia tanpa mengenal batas batas negara, warna kulit dan keturunan, beliau telah mempersaudarakan antara dua golongan yang memiliki perbedaan yang jauh dari segi status.

 
Beliau telah mempersaudarakan antara golongan yang memiliki rumah dan tanah (Anshar) dengan para pendatang (Muhajirin) yang tidak memiliki apa-apa selain dari diri dan agama yang mereka yakini.

Dalam menghijrahkan tasawur mereka tentang posisi seorang nabi atau rasul, beliau telah menunjukkan betapa diri beliau adalah manusia biasa yang tidak ada bedanya dengan manusia lain. Cuma bedanya Allah telah menurunkan wahyu kepadanya dan menyuruhnya untuk menyampaikannya pula kepada seluruh manusia.

 
Di dalam perang Badar, beliau telah menunjukkan betapa orang lain juga berhak memberikan pendapat sekalipun dalam saat-saat genting. Bila salah seorang dari sahabat beliau mengusulkan agar tentara Islam berkubu di bawah lembah dekat dengan daerah air, beliau telah menerima saran tersebut sekalipun awalnya beliau memiliki perencanaan dan saran yang tersendiri. Di dalam perang Uhud pula, beliau telah bersama-sama berjuang sehingga ditimpa cedera yang biasa dialami oleh pejuang-pejuang lain.

 
Di dalam perang Ahzab, beliau turut bersama-sama memeras tenaga untuk menggali parit yang telah diusulkan oleh Salman al Farisi. Bahkan diriwayatkan bahwa beliau telah mengangkat batu yang besar yang tidak upaya diangkat oleh para sahabat ra yang lain dan beliau telah mengalas batu di perut untuk menahan lapar akibat kekurangan makanan.

Di dalam perang Hunain, tatkala tentara Islam melihat jumlah mereka lebih banyak dari jumlah tentara musuh lalu mereka merasakan bahwa mereka yakin mengalahkan tentara musuh.

 
Namun Allah telah mengajar dan membawa pikiran mereka berhijrah. Allah telah mengajar orang-orang Islam bahwa yang menentukan kemenangan dan kekalahan dalam peperangan itu adalah Allah, bukan jumlah dan perlengkapan yang hebat. Allah telah menimpakan kekalahan di pihak tentara Islam sehingga Rasulullah saw pula terkena serangan dan ancaman musuh sehingga peristiwa ini telah diabadikan oleh Allah dalam al-Quran.

Dalam memperbaiki tasawur para sahabat ra tentang kehidupan di dunia, Rasulullah saw telah menghijrahkan pikiran mereka ketikamana beliau bersama-sama beberapa orang sahabat sedang beristirahat di bawah pohon dalam satu perjalanan.Beliau telah berkata kepada para sahabat:

 
'Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia adalah seperti kita singgah di bawah pohon ini. Kita hanya singgah sementara dan akan melanjutkan perjalanan setelah beberapa saat '. Dalam sabdanya yang lain, beliau telah menjelaskan kepada para sahabat bahwa 'Dunia adalah ladang tempat bercocok tanam untuk alam akhirat'.

Dalam memperbaiki tasawur para sahabat ra terhadap konsep usaha dalam kehidupan dunia, Rasulullah saw telah menghijrahkan pikiran para sahabat ra bahwa sekalipun Islam menekankan bahwa kehidupan akhirat itu adalah kehidupan yang lebih baik dan kekal tetapi bukan berarti bisa menghambat usaha manusia ketika hidup di dunia ini.

 
Beliau telah membayangkan, sekalipun seseorang itu tahu bahwa hari kiamat akan terjadi pada keesokan hari namun dia tetap harus melakukan kerja atau usaha yang seharusnya dilakukan.

 
Dalam hal ini, beliau telah bersabda, 'Jika ditangan kamu ada benih kurma dan kamu tahu bahwa esok akan terjadi hari kiamat, maka hendaklah kamu menanam dan jangan biarkan hari kiamat terjadi tanpa menanam benih kurma tersebut'. Jika dipikirkan, apalah faedahnya menanam benih kurma yang sudah pasti tidak akan mengeluarkan hasilnya dalam waktu beberapa jam sedangkan keesokan harinya akan terjadi hari kiamat. Si penanam sudah pasti tidak akan sempat memakan hasil benih yang ditanamnya itu.

Namun beliau telah melafalkan hadits ini untuk membawa pikiran para sahabat ra dan umat Islam bahwa tugas manusia di dunia ini adalah menjalankan tugas dan kewajiban dengan sesempurna yang mungkin tanpa bersikap sembarangan atau lalai. Ini karena setiap tugas dan tanggungjawab yang ditunaikan akan dihitung oleh Allah sebagai kebajikan sekalipun hasilnya tidak sempat dirasakan oleh pelaku atau orang lain.Beliau juga telah menanamkan ke dalam pemahaman masyarakat Islam bahwa alat atau jembatan untuk sampai ke akhirat adalah kehidupan dunia.

 
Mereka yang meninggalkan kehidupan di dunia dengan alasan untuk berfokus perhatiannya kepada kehidupan akhirat adalah orang yang tersalah anggap terhadap konsep di dalam kehidupan Islam. Ini karena kebahagiaan atau penderitaan di akhirat adalah tergantung pada praktek dan usaha manusia ketika hidup di dunia.

 
Di dunia manusia dipikulkan dengan tanggungjawab dan kewajiban yang harus ditunaikan dengan sempurna, yaitu saat saja dia kelas mukallaf dan berakal. Bagaimana mungkin manusia itu hendak mengklaim kebahagiaan menantinya di akhirat sedangkan dia tidak mengenal kewajiban dan tanggungjawab yang harus ditunaikan ketika dia hidup di dunia?.

Antara para sahabat ra yang telah menerima migrasi pikiran yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah Umar al KhattabBeliau telah memahami bahwa dalam menemukan fasilitas dan pasokan kehidupan dunia, manusia tidak bisa berserah kepada Allah tanpa berusaha.

 
Dengan pemahaman ini, Umar melaknat orang Islam yang hanya duduk beribadah di dalam masjid tanpa keluar berusaha mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarganya. Beliau telah mengungkap kata-kata yang kekal dalam catatan sejarah Islam yang unggul 'Bagaimana kamu bisa hanya berserah diri kepada Allah sedangkan kamu tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas atau perak'.
Umar juga telah mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan migrasi pikiran dan keyakinannya berhadapan sesama makhluk ketika beliau sedang mencium Hajar al Aswad, 'Wahai batu, jika aku tidak melihat Rasulullah mencium engkau niscaya aku tidak akan mencium engkau seperti yang aku lakukan sekarang ini' .Begitulah jelasnya tasawur Umar terhadap Hajar al Aswad yang tidak bisa mendatangkan manfaat atau mudharat kepadanya.Tasawur ini dihasilkan setelah Umar menerima sinar hidayah dan penjelasan dari ajaran Muhammad saw yang menanamkan keyakinan bahwa kekuatan yang dapat mendatangkan mudarat dan manfaat kepada manusia hanyalah kekuasaan yang datang dari Allah Tuhan Penguasa alam.

Demikianlah migrasi pikiran yang telah dibawa oleh Islam yang telah disampaikan oleh junjungan besar nabi Muhammad sawUsaha memahamkan manusia dengan konsep dan tasawur yang telah dibawa oleh beliau itu telah diteruskan oleh para sahabat, para tabi'in, para salafus shalih serta para ulama dan da'i di masa dulu dan sekarang.

 
Mereka selalu ingin melihat manusia hidup sebagai hamba kepada Allah dan bukan hamba kepada nafsu atau makhluk lain dan juga jauh dari tasawur atau keyakinan yang tidak sesuai ajaran Islam yang sebenarnya. Ini karena Islam datang dengan tujuan membebaskan manusia dari penjajahan pikiran dan tasawur.
Hal ini telah dijelaskan oleh Ruba'ei bin Umair ketika ia berhadapan dengan Rustam, panglima perang Rum yang disegani oleh lawan dan rekan. Rustam telah bertanya kepada Ruba'ei 'Mengapa engkau datang kepada kami?'. Ruba'ei menjawab 'Kami datang untuk mengeluarkan manusia dari menjadi hamba sesama manusia kepada menjadi hamba kepada Allah, dari kegelapan syirik kepada cahaya tauhid dan mengeluarkan manusia dari kesempitan dunia kepada luasnya akhirat'.

Usaha-usaha menghijrahkan pikiran dan tasawur manusia zaman kini sangat perlu dan harus dilakukan untuk memastikan semua manusia akan terus menjalani kehidupan dengan berlandaskan pemikiran bahwa dirinya adalah bebas dari segala perbudakan dan ketundukkan baik sesama manusia atau makhluk lain.
Dengan kata lain, usaha-usaha membawa pikiran dan tasawur masyarakat Islam masa kini untuk berhijrah ke alam suluhan cahaya hidayah Ilahi sangat perlu untuk memastikan setiap individu muslim menikmati kemerdekaan yang penuh dari segala unsur penjajahan baik penjajahan lahiriah atau batiniah.

 
Dengan membebaskan diri dan jiwa manusia dari perbudakan atau penjajahan dan menjadi bebas merdeka, kita akan dapat melihat manusia berupaya mengketengahkan sifat-sifat positif yang ada di dalam diri mereka dan mengusir jauh sifat-sifat negatif yang selalu menghalangi perkembangan dan pembangunan manusia.Kemerdekaan dan kebebasan manusia dari segi lahiriah dan batiniah ini sangat perlu untuk menuju ke sebuah masyarakat yang matang dan beradab.
Segenap lapisan masyarakat baik di kampung, di kota, pelajar, pendidik, pengusaha, politisi, ahli agama, pemimpin, administrator dan sebagainya harus menghayati migrasi pikiran dan tasawur seperti yang telah dihayati oleh para sahabat Rasulullah saw di suatu ketika dahulu.

 
Meskipun negara kita telah memperoleh kemerdekaan sejak berdekad dahulu, namun penjajahan pikiran masih lagi wujud dan berbasis kuat sehingga sekarang. Masih ada di kalangan masyarakat negara Malaysia yang berkeyakinan bahwa barang buatan lokal memiliki mutu yang lebih rendah dibandingkan barang buatan luar negeri terutama yang datang dari Barat.

 
Masih juga banyak yang memiliki tasawur bahwa negara ini hanya layak diatur dan diperintah oleh telunjuk Barat atau kekuatan asing karena masyarakat Malaysia adalah masyarakat yang kurang pengalaman dan dangkal dalam segi pemerintahan.Sesungguhnya kekuatan dan kemuliaan umat ini pasti terserlah ketika mereka telah benar-benar melakukan migrasi pikiran dan tasawur sebagaimana yang dilakukan oleh generasi hijrah para sahabat Rasulullah lebih 1400 tahun dahulu.
sumber: http://www.islamgrid.gov.my/articles/sirah/penghijrahan-minda-dan-tasawwur.php

No comments:

Post a Comment