EVENT TICKET

Saturday, January 14, 2012

Keberkahan Harta Di Tangan Orang Shaleh

Kategori Risalah : Rizqi & Harta



Keberkahan Harta Di Tangan Orang Shaleh

Manfaat harta yang bersih dan halal di tangan orang shalih sangat banyak. Ibarat pohon kurma yang tidak menyisakan bagian sedikit pun, melainkan seluruhnya bermanfaat untuk manusia, sehingga tidak ada alasan bagi seorang muslim yang ingin meraih hidup bahagia di dunia dan akhirat untuk bermalas-malasan dan berpangku tangan.

 Dengan hidup berkecukupan, menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul semakin indah, berdakwah semakin sukses, berumah tangga semakin stabil dan beramal shalih semakin tangguh.

Oleh karena itu, harta di tangan seorang mukmin tidak akan berubah menjadi sarana perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagian keluarga.

 Harta di tangan seorang muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah,dan perekat hubungan dengan makhluk. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang shalih." Harta tersebut akan menjadi energi yang memancarkan masa depan cerah, menjadi kekuatan yang mengandung berbagai macam keutamaan dan kemuliaan dunia akhirat, serta penggerak roda dakwah dan jihad di jalan Allah.

 Allah berfirman : Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabb-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.



Hukum Meminta-Minta (Mengemis) Menurut Syari'at Islam

Ketika kita membahas tentang fenomena pengemis dari kacamata kearifan, hukum, dan keadilan, maka kita harus membagi kaum pengemis menjadi dua kelompok:

 Pertama : Kelompok pengemis yang benar-benar membutuhkan bantuan. Secara riil (kenyataan hidup) yang ada para pengemis ini memang benar-benar dalam keadaan menderita karena harus menghadapi kesulitan mencari makan sehari-hari.

 Sebagian besar mereka ialah justru orang-orang yang masih memiliki harga diri dan ingin menjaga kehormatannya. Mereka tidak mau meminta kepada orang lain dengan cara mendesak sambil mengiba-iba.

Atau mereka merasa malu menyandang predikat pengemis yang dianggap telah merusak nama baik agama dan mengganggu nilai-nilai etika serta menyalahi tradisi masyarakat di sekitarnya.

 Kedua : Kelompok pengemis gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan tipu muslihat. Selain mengetahui rahasia-rahasia dan trik-trik mengemis, mereka juga memiliki kepiawaian serta pengalaman yang dapat menyesatkan (mengaburkan) anggapan masyarakat, dan memilih celah-celah yang strategis. Selain itu mereka juga memiliki berbagai pola mengemis yang dinamis, seperti bagaimana cara-cara menarik simpati dan belas kasihan orang lain yang menjadi sasaran.


Anjuran Mencari Nafkah Dan Seorang Da'i Tidak Boleh Bergantung Kepada (Mad'u) Muridnya

Untuk memenuhi kebutuhannya, seorang muslim wajib berusaha dengan mencari nafkah yang halal. Dengan nafkah itu, ia dapat menghidupi dirinya dan keluarganya.

 Dengan nafkah itu, ia juga dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Karena hidup dengan bergantung kepada orang lain merupakan kehinaan.

Dan hidup dari usaha orang lain adalah tercela. Allah dan RasulNya menganjurkan umat Islam untuk berusaha dan bekerja. Apapun jenis pekerjaan itu selama halal, maka tidaklah tercela.

Para nabi dan rasul juga bekerja dan berusaha untuk menghidupi diri dan keluarganya. Demikian ini merupakan kemuliaan, karena makan dari hasil jerih payah sendiri adalah terhormat dan nikmat, sedangkan makan dari hasil jerih payah orang lain merupakan kehidupan yang hina. Karena itu, Islam menganjurkan kita untuk berusaha, dan tidak boleh mengharap kepada manusia.

 Pengharapan hanya wajib ditujukan kepada Allah saja. Allah-lah yang memberikan rezeki kepada seluruh makhluk. Kalau kita sudah berusaha semaksimal mungkin, Insya Allah, rezeki itu akan Allah berikan sebagaimana burung, yang pagi hari keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar, kemudian pada sore hari pulang dalam keadaan kenyang.



Tinggalkan Pekerjaan Batil


Ketahuilah, seseorang yang memakan harta haram, hidupnya tidak akan tenang dan bahagia. Doa yang dia panjatkan akan tertolak.

 Rasulullah telah menyebutkan sebuah kisah. Yaitu seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sampai keadaannya menjadi kusut dan berdebu, kemudian dia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa "ya Rabbi, ya Rabbi," akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dikenyangkan dari yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya bisa dikabulkan?!.

 Oleh karena itu, ingatlah terhadap hisab, pembalasan dan siksa di akhirat. Para pelaku kezhaliman akan mengalami kebangkrutan di akhirat.

 Meskipun ia membawa pahala begitu banyak yang dikumpulkan ketika di dunia, namun pahala-pahala yang telah berhasil ia himpun sewaktu di dunia, akan dialihkan kepada orang-orang yang pernah dia zhalimi.

Jika pahalanya telah habis sementara kezhaliman yang ia lakukan belum bisa tertutupi, maka dosa orang-orang yang dia zhalimi dialihkan kepada dirinya, sehingga dia terbebani dengan dosa orang-orang yang ia zhalimi tersebut, sehingga ia pun bangkrut tanpa pahala. Dan akhirnya dilemparkan ke dalam api neraka. Wal 'iyyadzu billah.



Khalifah Umar Radhiyallahu Anhu Menghadapi Kesulitan Rakyat

Umar Radhiyallahu ‘anhu cepat tanggap dan menindaklanjuti laporan ini. Dia segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mâl hingga gudang makanan dan baitul mâl kosong total.

Dia juga memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan yang dapat membuat gemuk hingga musim paceklik ini berlalu. Jika sebelumnya selalu dihidangkan roti dan lemak susu, maka pada masa ini ia hanya makan minyak dan cuka.

Dia hanya mengisap-isap minyak, dan tidak pernah kenyang dengan makanan tersebut. Hingga warna kulit Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadi hitam dan tubuhnya kurus; dan dikhawatirkan dia akan jatuh sakit dan lemah. Kondisi ini berlangsung selama 9 bulan.

Setelah itu keadaan berubah kembali menjadi normal sebagaimana biasanya. Akhirnya para penduduk yang mengungsi tadi, bisa pulang kembali ke rumah mereka. Umar Radhiyallahu ‘anhu selalu mengontrol rakyatnya di Madinah pada masa peceklik ini.

 Umar Radhiyallahu ‘anhu tidak menemukan seorangpun yang tertawa, ataupun berbincang-bincang di rumah sebagaimana biasanya. Umar Radhiyallahu ‘anhu tidak pula menemukan orang yang meminta-minta.

 Dia bertanya apa sebabnya, lalu ada seseorang yang berkata kepadanya: “Mereka pernah meminta tetapi tidak ada yang dapat diberikan, akhirnya mereka tidak lagi meminta. Sementara mereka benar-benar dalam keadaan yang menyedihkan dan sangat memprihatinkan, sehingga mereka tidak lagi bisa berbincang-bincang ataupun tertawa.”



Kebijakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dalam Menuntaskan Kemiskinan Kaum Muhajirin

Pada masa Jahiliyah, bangsa Arab sangat dipengaruhi oleh cara berpikir dan system perekonomian Yahudi. Dalam bidang ekonomi, bangsa Yahudi menjalankan sistem riba. Mereka sangat mahir dalam hal ini dan selalu melakukannya di setiap tempat, termasuk di Mekah dan Madinah.

Setelah Islam datang, ikatan akidah merubah sistem ini menjadi sistem persaudaraan, gotong royong dan saling membantu. Islam sangat menekankan sisi persaudaraan sesama Muslim dalam memperkuat keutuhan masyarakatnya, terutama dalam bidang ekonomi.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menekankan pentingnya arti persaudaraan dalam Islam dan semangat untuk ta’âwun (tolong menolong). Sebagai contoh, persaudaraan yang diikat antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Ketika kaum Muhajirin berhijrah dari Mekah ke Madinah, mereka menghadapi problematika sosial dan ekonomi, berkaitan dengan kelangsungan hidup, mata pencaharian dan tempat tinggal.

 Kaum Muhajirin tidak memiliki modal, sebab seluruh harta mereka sudah ditinggalkan. Mereka juga tidak memiliki lahan pertanian di Madinah. Bahkan mereka juga tidak berpengalaman di bidang pertanian Maka, ketika kaum Anshar menawarkan agar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi kebun kurma mereka untuk kaum Muhajirin, beliau menolaknya. Karena beliau takut hasil pertanian Madinah menurun karenanya. Akhirnya kaum Anshar tetap memiliki kebun mereka, namun hasilnya dinikmati bersama.

No comments:

Post a Comment