Renungan Usai Menunaikan Haji
Haji mabrur dan haji yang diterima itu memiliki tanda-tanda. Hasan al-Basri rahimahullah pernah ditanya: "Apa yang dimaksud haji mabrur?" Beliau rahimahullah menjawab: "Engkau kembali (setelah berhaji) dalam keadaan zuhud dengan kehidupan dunia dan senang dengan kehidupan akhirat".
Maka, hendaklah ibadah haji yang sudah Anda tunaikan menjadi penghalang Anda dari tempat-tempat yang membinasakan dan menggelincirkan.
Hendaklah haji Anda menjadi motivator untuk menambah bekal kebaikan dan melakukan amal shalih. Ketahuilah, seorang mukmin itu tidak memiliki batas akhir melakukan amal shalih kecuali ajal datang menjemput.
Alangkah indahnya, jika para jama'ah haji kembali ke tengah keluarga dan negara mereka dengan penampilan akhlak yang lebih bagus, pikiran yang lebih mantap, lebih berwibawa, dan berbagai perilaku yang mengundang ridha Allah Azza wa Jalla.
Alangkah indahnya, jika para jama'ah haji setelah kembali memiliki perilaku yang baik dalam pergaulan sehari-hari dengan teman sejawat, dalam pergaulan bersama anak-anaknya, berhati baik serta menempuh manhaj yang benar, adil. Yang tersimpan dalam hatinya lebih baik dari yang nampak.
Adakah Haji Akbar ?
Ibnu Jarir Ath Thabari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Shahba' Al Bakri yang menyebutkan sebab munculnya anggapan sebagian orang, bahwa haji akbar itu adalah hari Nahar; ia berkata,”Aku bertanya kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu tentang hari haji akbar yang disebutkan dalam surat At Taubah ayat 3. Ali berkata,”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Abu Bakar bin Abi Quhafah Radhiyallahu 'anhu untuk memimpin haji.
Lalu beliau mengutusku bersamanya dengan membawa empat puluh ayat dari surat Al Bara'ah. Abu Bakar tiba di Arafah dan menyampaikan khutbah pada hari Arafah. Setelah menyampaikan khutbahnya, beliau memandang ke arahku lalu berkata,’Bangkitlah, hai Ali dan sampaikanlah risalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam‘.
Lalu akupun bangkit dan membacakan kepada manusia empat puluh ayat dari surat Al Bara'ah (At Taubah). Kemudian kami bertolak dari Arafah dan tiba di Mina, aku melempar jumrah, menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut. Aku lihat jama'ah haji di Mina tidak seluruhnya menghadiri khutbah Abu Bakar pada hari Arafah.
Fiqih Haji : Larangan Dalam Ihram
Larangan itu hanya khusus pada rambut kepala, sedang rambut lainnya tidak terlarang. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm dan madzhab Zhahiriyah, mereka berkata: "Tidak benar berdalil dengan ayat tersebut karena ayat tersebut khusus kepada rambut kepala, dan tidak ada penjelasan tentang yang lainnya.
Sedangkan qiyas membutuhkan persamaan Illat dalam cabang (furu') dan pokok (Ashl), kalau kalian menetapkan illat hal tersebut adalah sebagai kebersihan dan kesenangan, karena mencukur rambut kepala itu akan menghasilkan kebersihan, maka hal itu kurang tepat, karena muhrim (orang yang berihram) tidak dilarang makan-makanan yang enak dan baik, padahal hal tersebut juga menghasilkan kesenangan, demikian juga dia boleh memakai jenis bahan pakaian ihram yang sesukanya, dan illat (sebab) larangan mencukur rambut adalah dilarangnya satu syi'ar yang disyariatkan yaitu mencukur atau memangkas rambut sampai selesai umrah atau selesai melempar jumrah Aqabah, dan pendapat ini lebih kuat dari illat yang di atas.
Demikian juga asal dari pengambilan rambut-rambut tubuh manusia adalah halal, maka kita tidak boleh melarangnya dari hal tersebut kecuali dengan dalil. Pendapat ini dikuatkan oleh syaikh Ibnu Utsaimin dengan perkataannya: "Dan ini lebih dekat (kepada kebenaran)"
Fiqih Haji : Tata Cara Ihram
Kata ihram diambil dari bahasa arab, dari kata "Al-haram" yang bermakna terlarang atau tercegah. Dinamakan ihram karena seseorang yang masuk kepada kehormatan ibadah haji dengan niatnya, dia dilarang berkata dan beramal dengan hal-hal tertentu, seperti jima', menikah, berucap ucapan kotor, dan lain-sebagainya.
Dari sini dapat diambil satu definisi syar'i bahwa ihram adalah salah satu niat dari dua nusuk (yaitu haji dan umrah) atau kedua-duanya secara bersamaan. Berdasarkan ini, jelaslah kesalahan pemahaman sebagian kaum muslimin bahwa ihram adalah berpakaian dengan kain ihram, karena ihram adalah niat masuk ke dalam haji atau umrah, sedangkan berpakaian dengan kain ihram hanya merupakan satu keharusan bagi seorang yang telah berihram.
Telah diketahui bersama bahwa seorang yang berniat melakukan haji atau umrah, diharuskan mencontoh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam melaksanakan hal tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits yang shohih, sehingga dapat mengamalkan hadits Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam
Fiqih Haji : Miqat Dan Jenis Manasik
Definisi Haji : Secara Etimologi Kata Hajji berasal dari bahasa arab yang bermakna tujuan dan dapat dibaca dengan dua lafazh Al-hajj dan Al-Hijj.
Secara terminologi Syariat : Haji menurut istilah syar'i adalah beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik yang telah ditetapkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ada yang berkata: "Haji adalah bepergian dengan tujuan ke tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan suatu amalan yang tertentu pula akan tetapi definisi ini kurang pas karena haji lebih khusus dari apa yang didefinisikan disini, karena seharusnya ditambah dengan satu ikatan yaitu ibadah, maka apa yang ada pada definisi pertama lebih sempurna dan menyeluruh.
Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan dia merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seorang muslim yang mampu, sebagaimana telah digariskan dan ditetapkan dalam Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijma'. "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". "Islam itu didrikan atas lima perkara yaitu persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,berhaji ke baitullah dan puasa di bulan ramadhan".
Beberapa Kesalahan Saat Melaksanakan Ibadah Haji
Rabu, 20 Oktober 2010 15:14:25 WIB
Haji merupakan ibadah yang sangat mulia, yang akan mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, dalam melakukan haji, harus dikerjakan dengan mencontoh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Akan tetapi betapa banyak kaum Muslimin yang pergi menunaikan ibadah haji, namun mereka tidak memahami hukum-hukumnya, dan tidak mengetahui hal-hal yang bisa membatalkan ibadahnya, atau yang bisa mengurangi kesempurnaan hajinya.
Hal ini terjadi, bisa jadi karena haji merupakan ibadah yang pelaksanaannya membutuhkan waktu yang lama, serta hukum-hukumnya lebih banyak jika dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya.
Sehingga bisa menyebabkan seseorang yang melaksanakan haji melakukan penyimpangan dan kesalahan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Ilmu manasik haji adalah yang paling rumit di dalam ibadah".
Sebagian jama'ah haji, mereka mengerjakan hal-hal yang tidak ada asalnya dari Al Kitab dan As Sunnah. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya orang-orang yang berfatwa tanpa ilmu. Kedua, mereka taklid buta kepada pendapat seseorang tanpa adanya alasan yang dibenarkan. Dalam tulisan ini kami akan menjelaskan beberapa kesalahan yang sering terjadi di kalangan jama'ah haji pada umumnya, supaya kita mampu menghindarinya dan bisa memperingatkan saudara-saudara kita agar tidak terjatuh dalam kesalahan ini.
(Sumber: http://almanhaj.or.id)
No comments:
Post a Comment