kategori Wanita : Muslimah
Masjidul Bait (Masjid Di Dalam Rumah) Urgensi Dan Fungsinya
Yang dimaksud dengan masjidul bait seperti tertera dalam judul tulisan ini berdasarkan penjelasan Ulama yaitu tempat atau ruangan yang dikhususkan dan diperuntukkan oleh pemilik rumah sebagai tempat mengerjakan shalat-shalat sunnat dan ibadah-ibdah nafilah lainnya.
Bagaimanakah sebenarnya hukum membuat masjidul bait dalam rumah bagi seorang muslim? Membuat tempat khusus di dalam rumah sebagai tempat menjalankan shalat sunnat dan mengerjakan amalan-amalan ibadah lainnya mustahab (dianjurkan).
Para ulama telah membicarakan pembahasan ini dalam kitab-kitab fikih dan hadits karya mereka. Dari Ummu Humaid Radhiyallahu anhuma, istri Humaid al-Sa’idi Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia mendatanggi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku sangat suka shalat (berjamaah) bersamamu”.
Beliau berkata, “Aku sudah tahu engkau menyukai shalat bersamaku, (akan tetapi) shalatmu di masjid rumahmu (tempat paling dalam –red) lebih baik daripada shalatmu di kamar, shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di dalam rumahmu, shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalamu di masjidku (Masjid Nabawi)”. Selanjutnya Ummu Humaid meminta dibuatkan masjid (tempat shalat) di tempat paling ujung dalam rumahnya dan yang paling gelap. Ia mengerjakan shalat di situ sampai menjumpai Allah (ajal datang).
Bangkit, Menuntaskan Putus Asa
Ada orang yang apabila melihat kawannya mendapatkan kemuliaan, ilmu atau lainnya, ia hanya bisa tertegun sambil berkata dalam hati, bagimana aku bisa seperti dia? Atau kasus lain, seseorang selalu saja pesimis menghadapi suatu pekerjaan. Alasannya tidak lain, karena menurut yang ia dengan, pekerjaan yang dihadapinya itu sulit.
Dalam realita lain, tatkala sebuah penyakit sedang mendera, penderita hanya pasrah total terhadap penyakit tersebut. Seharian dihabiskan dalam tangisan semata, tanpa usaha dan upaya. Seolah-olah harapan sudah tertutup rapat. Atau bisa saja dalam kehidupan rumah orang tua merasa capek, manakala melihat sang buah hatinya berulah, bandel dan nakal.
Banyak petuah telah diupayakan agar sang anak menyadari pentingnya berbuat santun. Tapi apa dikata, ternyata sang anak justru melawan menentang. Dia tetap bandel, nakal dan urakan.
Menghadapi kenyataan ini, terpaksa sebagai orang tua hanya mengelus dada, bersabar. Namun, terkadang membuatnya putus harapan mengahadapi kenyataan pahit ini. Itu sebagian potret sikap keterputus-asaan, yang terkadang menyelinap hinggap pada seseorang. Semua rasa pesimis tersebut harus dipupus. Karena, Allah pasti memberikan pertolongan dan jalan keluar bagi yang mau berusaha.
Perbedaan Yang Wajib Diimani
Laki-laki dan perempuan, menurut kodrat, syari’at, indra dan akal, jelas-jelas berbeda. Baik secara fisik, nilai-nilai maupun ketetapan syari’at untuk masing-masingnya.
Mengapa? Sebab Allah Azza wa Jalla telah menciptakan jenis manusia menjadi dua jenis, laki-laki dan perempuan. Keduanya sama-sama berhak menghuni dunia, tetapi menurut kekhususan masing-masing. Keduanya sama-sama berhak meramaikan bumi dengan peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalam hal ini, secara umum tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Tentang tauhid, aqidah, iman, Islam, pahala dan siksa. Begitu pula tentang hak dan kewajiban syari’at secara umum.
Akan tetapi, Allah Azza wa Jalla juga telah menetapkan takdir bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan. Mulai dari bentuk fisik, gerak-gerik sampai sifat-sifatnya. Dalam diri laki-laki ada pembawaan kekuatan fisik yang lebih sempurna.
Sementara pada diri perempuan tidak sekuat laki-laki. Sebab perempuan harus mengalami haid, hamil, melahirkan, menyusui, mengurusi anak yang disusuinya dan melakukan pendidikan bagi lahirnya generasi masa depan. Itulah, mengapa wanita dicipta dari tulang rusuk Adam Alaihissallam. Jadi wanita adalah bagian dari laki-laki, pengikut laki-laki dan merupakan nikmat bagi laki-laki.
Sementara laki-laki mendapat kepercayaan mengurus kebutuhan wanita, menjaga dan memberikan nafkah kepadanya dan kepada keturunannya.
Berbahagialah Mengemban Amanah
Sekecil apapun suatu pekerjaan jika dilakukan dengan hati terpaksa diiringi keluh kesah, niscaya akan terasa berat bak menanggung beban sebesar gunung.
Sebaliknya, seberat apapun suatu pekerjaan jika dilakukan dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan harapan, niscaya akan terasa ringan dan menyenangkan.
Memang benar! Tanggung jawab seorang ibu tidaklah ringan. Tugas dan kewajiban yang dipikulnya tidaklah sedikit Siapapun tak bisa menyangkal, seorang ibu rumah tangga hampir-hampir tak mempunyai waktu istirahat.
Pekerjaannya seolah selalu tampak di depan mata tak pernah ada habisnya. Kalau seorang ayah bisa tidur nyenyak di malam hari, lain halnya dengan seorang ibu. Tangis si kecil terkadang mengusik tidur malamnya.
Tugas seorang wanita begitu universal. Sebagai seorang permaisuri pendamping suami, seorang ibu, pengasuh sekaligus guru bagi para anaknya, bahkan sebagai pelayan yang harus selalu siap dipakai tenaganya.
Tak jarang para ibu merasa jenuh, letih dan menganggapnya sebagai suatu himpitan yang begitu menyiksa. Inilah celah yang dimanfaatkan setan untuk melancarkan aksinya. Bak gayung bersambut, para wanita yang lemah imannya pun berbondong-bondong meninggalkan rumah mereka.
Mereka berusaha mencari solusi pemecahan dengan meneriakkan slogan emansipasi dan menuntut persamaan hak dengan kaum pria. Mereka menutup mata dari bahaya yang timbul akibat semua itu.
Etika Safar
Bila seseorang bepergian seorang diri, tentu ia tidak memiliki kawan yang akan menolongnya jika tertimpa kesulitan. Misalnya, seperti sakit dalam perjalanan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan pertolongan orang lain.
Dalam larangan bepergian sendirian ini terdapat hikmah bagi keselamatan seorang mukmin. Memang benar, seorang mukmin harus bertawakal dan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah. Namun, bertawakal kepada Allah tidak berarti menafikan sebab.
Karena meminta bantuan kepada manusia yang hadir dan mampu dikerjakannya, diperbolehkan syari’at. Larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, bukan berarti kita menggantungkan diri secara mutlak kepada teman perjalanan.
Sama sekali tidak! Akan tetapi, kita diperintah untuk mengambil sebab yang mengantarkan kepada keselamatan, dan sebagai pencegah terjerumusnya si musafir ke dalam maksiat atau madharat lainnya.
Oleh karena itu, sebagai muslim, selayaknya kita memahami larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, serta menyikapinya dengan benar. Seorang mukmin hendaknya bersemangat mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. karena, berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah adalah orang yang paling faham yang bermanfaat dan yang membahayakan umatnya.
Ziarah Antar Muslimah
Setelah kita memahami uzlah serta muamalah dengan manusia lain, manfaat serta mudharat keduanya, maka hendaklah kita bisa menimbang, mana diantaranya yang lebih baik untuk dikerjakan.
Karena situasi dan kondisi yang kita hadapi, tidak selalu sama. Terkadang, ada saat yang memang mengharuskan kita untuk uzlah dan mengasingkan diri dari orang-orang. Namun, pada saat yang lain, kita harus keluar dan bergaul dengan manusia karena beberapa alasan tertentu.
Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan. Masalah ziarah antar muslimah, merupakan masalah yang tidak lepas dari kedua hal di atas.
Ada beberapa yang harus difahami oleh kaum muslimah berkaitan dengan ziarah sesama mereka, sebagaimana dijelaskan dalam point-point berikut. : Hendaklah selektif memilih orang yang hendak dikunjungi. Selektif disini, bukan dalam arti kaya atau miskin. Akan tetapi, semestinya orang yang hendak mereka kunjungi adalah seseorang yang shalih, serta tidak suka berbuat maksiat, sehingga mereka bisa mengambil istifadhah dengan mengunjungi mereka.
Janganlah mereka menjadikan ziarah sebagai ajang untuk sering keluar rumah, sehingga melalaikan dari kewajiban utamanya di rumah dan ajang pamer kekayaan dan perhiasan.
No comments:
Post a Comment