EVENT TICKET

Saturday, March 3, 2012

Pengertian Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

Pengertian Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.

 ‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyyaat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.



Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah


As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan.

Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela. Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah (wafat 795 H):

 As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna.

 Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).”

 Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.

Iman Kepada Kitab-Kitab. Ahlus Sunnah Mengimani Bahwa Al-Qur-anul Karim Adalah Kalamullah


Termasuk iman kepada Allah dan Kitab-kitab-Nya, yaitu mengimani bahwa Al-Qur-an adalah Kalamullah yang diturunkan (dari-Nya), bukan makhluk. Al-Qur-an berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

 Al-Qur-an yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah benar-benar kalamullah, bukan perkataan makhluk-Nya, serta tidak boleh berpendapat bahwa Al-Qur-an itu hikayat (cerita) atau ibarah (terjemah) dari kalamullah atau majaz (kiasan).

Pendapat ini adalah sesat dan menyimpang bahkan dapat menyebabkan kekufuran. Syaikh Abu ‘Utsman ash-Shabuni (wafat th. 449 H) rahimahullah berkata: “Ahlus Sunnah bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur-an adalah kalamullah, kitab, firman dan wahyu yang diturunkan-Nya, bukan makhluk.

Barangsiapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa Al-Qur-an adalah makhluk, maka ia kafir menurut pandangan mereka (Ahlus Sunnah). Al-Qur-an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan oleh Allah melalui perantaraan Malaikat Jibril Alaihissallam kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan bahasa Arab, untuk orang-orang yang berilmu, sebagai peringatan sekaligus kabar gembira.

Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla :“Dan sesungguhnya Al-Qur-an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, ia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.



Iman Kepada Rasul-Rasul Allah


Ahlus Sunnah beriman kepada Rasul-rasul yang diutus Allah kepada setiap kaumnya. Ar-Rusul (الرُّسُلُ) bentuk jamak dari kata rasul (رَسُوْلٌ), yang berarti orang yang diutus untuk menyampaikan sesuatu.

 Namun yang dimaksud ‘rasul’ di sini adalah orang yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada ummat. Rasul yang pertama adalah Nabiyyullah Nuh Alaihissallam, dan yang terakhir adalah Nabiyyullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudian...”

 Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam hadits syafa’at menceritakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: “Nanti orang-orang akan datang kepada Nabi Adam Alaihissallam untuk meminta syafa’at. Nabi Adam Alaihissallam meminta maaf kepada mereka, seraya berkata: ‘Datangilah Nuh Alaihissallam.’ Lalu mereka mendatangi Nabi Nuh Alaihissallam dan berkata: Allah Jalla Jalaluhu berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi dan adalah Allah Mahamengetahui segala sesuatu.”



Iman Kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Beliau adalah Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muththalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushayy bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu-ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘Adnan, dan ‘Adnan adalah salah satu putera Nabi Allah Isma’il bin Ibrahim al-Khalil - salam terlimpah atas Nabi kita dan atas keduanya-. Beliau adalah penutup para Nabi dan Rasul, serta utusan Allah kepada seluruh manusia.

 Beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah, dan Rasul yang tidak boleh didustakan. Beliau adalah sebaik-baik makhluk, makhluk yang paling utama dan paling mulia di hadapan Allah Ta’ala, derajatnya paling tinggi, dan kedudukannya paling dekat kepada Allah. Beliau diutus kepada manusia dan jin dengan membawa kebenaran dan petunjuk, yang diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana firman-Nya:“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

 Allah menurunkan Kitab-Nya kepadanya, mengamanahkan kepadanya atas agama-Nya, dan menugaskannya untuk menyampaikan risalah-Nya. Allah telah melindunginya dari kesalahan dalam menyampaikan risalah ini, sebagaimana firman-Nya: “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur-an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”



Pengetahuan Tentang Hari Kiamat

Pengetahuan tentang hari Kiamat adalah perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala, sebagaimana hal itu ditunjukkan oleh banyak ayat di dalam al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam karena pengetahuan tentang hari Kiamat adalah perkara yang hanya diketahui oleh Allah Azza wa Jalla.

Dia tidak menampakkannya kepada seorang Malaikat yang didekatkan tidak juga kepada seorang Nabi yang diutus. Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan terjadinya Kiamat kecuali Allah Ta’ala.

 Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sering sekali membicarakan keadaan Kiamat dan kedahsyatannya, sehingga orang-orang waktu itu bertanya kepada beliau kapan terjadinya Kiamat. Beliau mengabarkan bahwa itu adalah masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah, demikian pula ayat al-Qur-an menjelaskan bahwa pengetahuan tentang kapan terjadinya Kiamat adalah sesuatu yang dikhususkan Allah untuk diri-Nya.

 Di antaranya adalah firman-Nya:“Mereka bertanya kepadamu tentang Kiamat, ‘Kapankah terjadinya?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu adalah pada sisi Rabb-ku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari Kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’”

sumber: http://almanhaj.or.id/

No comments:

Post a Comment